Friday, October 17, 2008

Malangku tampil di Kompas 1


Sebagai arek malang, maka saya senang sekali bila kota kelahiran saya ini disebut dalam suatu berita. Eh tidak sengaja saya menemukan artikel Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum dari Univ. Negeri Malang yang diterbitkan kompas, yaitu judulnya "Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang"... setelah saya baca ternyata menarik sekali tulisan beliau maka saya tidak segan - segan mengutipnya untuk blog ini. Berikut isinya

A. Latar Keberadaan Budaya Indis di Kawasan Malang
Malang adalah salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki banyak tinggalan budaya Indis. Kota-kota lain yang tergolong kaya akan peninggalan budaya Indis adalah Surabaya, Pasuruan dan Probolinggo, Di samping itu, kendati tidak sekaya keempatnya, Kota Kediri, Kabupaten Sumenep dan Tuban, serta Kecamatan Besuki, Babad dan Bangil juga mempunyai cukup banyak tinggalan budaya Indis. Di wilayah Malang, tinggalan buda-ya Indis paling banyak berada di dalam Kota Malang. Di luar Kota Malang, masih terdapat sejumlah tempat yang juga kedapatan banyak peninggalan budaya Indis, seperti Lawang, Batu dan Turen. Peninggalan budaya Indis di kawasan Malang tersebar di penjuru wilayah-nya. Kekayaan akan tinggalan budaya Indis itu tak lepas dari perannya pada masa Hindia Belanda, baik dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, dan lebih dari itu dilatari oleh keelokan panorama alamnya yang sejuk-nyaman.

1. Malang sebagai Pusat Perlawanan terhadap Kolonialisme
Pemerintah Kompeni Belanda berhasil memasuki dan menguasai daerah Malang lebih belakangan jika dibandingkan dengan penguasaannya terhadap wilayah-wilayah lain di Jawa Timur. Hal ini disebabkan dalam kurun waktu sekitar 60 tahun (1707-1767) Malang menjadi pusat perlawanan terhadap Kompeni Belanda dan sekaligus terhadap pemerintah kerajaan Mataram. Sebenarnya jauh sebelum itu (1679), Ngantang di bagian barat Malang, tepatnya di bukit Selokurung, pernah dijadikan benteng pertahanan terakhir dari Trunajaya yang berkoalisi dengan bangsawan Goa, Kraeng Galengsong. Pasukan Kompeni di bawah pimpinan Kapten Franciscus Tack yang berkoalisi dengan prajurit Mataram masa pemerint-ahan Amangkurat II berhasil menggempur benteng Selokurung. Dalam pertempuran hebat itu Kraeng Galengsong gugur, sementara Trunajaya ditangkap.

Berselang tujuh tahun (1686), kembali daerah Malang menjadi basis perlawanan Untung Surapati terhadap koalisi Kompeni Belanda dan raja Mataram (Amangkurat II). Se-telah Surapati mendirikan pemerintahan di Pasuruan dengan status otonom dari Mataram dan menobatkan diri sebagai Adipati Wiranegara, dalam kurun waktu 20 tahun (1686-1706) Malang ditempatkan di bawah kekuasaannya. Pada tahun 1706 pasukan gabungan yang terdiri atas tentara Kompeni, Madura (Cakraningrat), dan Kartasura berhasil menggempur pertahanan Wiranegara di Pasuruan, dan Wiranegara sendiri tewas dalam pertempuran di Bangil. Sepeninggalnya, anak-cucunya melanjutkan perjuangan, dengan kembali menjadi-kan Malang sebagai sentra perlawanan. Mereka mendapat dukungan dari sultan terguling Amangkurat III (Sunan Mas), Pangeran Singasari (saudara Hamengkubuwana I dan sekaligus paman Pakubuwana III), Adipati Mlayakusuma, serta para pejuang dari daerah-daerah lain yang mengalir masuk ke Malang sejak 1757-1825. Pasca Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830), sejumlah lasykar Diponegoro menyusup ke Malang, khususnya di Malang selatan. Sebagian lainnya menyusup hingga ke wilayah Kota Malang dan Singosari. Bahkan, diantara mereka ditokohkan oleh warga setempat, seperti Kanjeng Kiai Zakaria II (Eyang Djoego) di Kesamben dan Gunung Kawi, Honggo Koesoemo di Kota Malang, serta Hamimuddin di Bungkuk Singosari.

Kota Malang yang berada di lingkung gunung, terisolasi oleh sejumlah aliran su-ngai (Brantas, Metro, Bango, Amprong), dan kala itu berhutan cukup lebat adalah tempat cocok bagi basis konsolidasi untuk lancarkan kembali serangan terhadap lawan (Kompeni Belanda dan Mataram). Dalam jangka lebih dari 60 tahun (1706-1767), Malang dijadikan basis perlawanan. Perlawanan baru pupus tahun 1767, ketika Kompeni Belanda berhasil menguasai Malang dan mendirikan benteng (loge, dalam lidah Jawa menjadi “loji”) di utara aliran Bantas. Kendati demikian, hingga empat tahun sesudahnya (1767-1771), pertempur-an sporadis masih berlangsung. Pada tahun 1768 Pangeran Singasari ditangkap, disusul penangkapan keturunan terakhir Surapati pada tahun 1771. Kekacauan terjadi di Malang yang terjadi lebih dari setengah abad itu menjadikan kawasan ini nyaris tidak berpenghuni. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduknya. Pada tahun 1905, yakni 135 tahun sesudah pendudukan Belanda atas Malang), penduduknya hanya berjumah 30.000 orang. Pada ta-hun 1920 jumlah penduduk di Malang meningkat jadi 46. 500 jiwa, yang terdiri atas 40.000 orang pribumi, 4.000 orang Timur Asing dan 2.500 orang Eropa.

Untuk mengamankan dirinya tentara Kompeni mendirikan rumah-benteng (loji) di utara aliran Brantas, yang kini menjadi areal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) “Syaiful Anwar”. Pada sekitar tahun 1800-an loji ini dialihfungsikan jadi Rumah Sakit Militer (Militair Hospitaal), yakni setelah pertahan militer digeser kearah timur, mulai dari belakang Militair Hospitaal hingga Rampal. Lokasi Rampal Ganizoen lebih dekat dengan pusat perlawanan Pribumi yang berada di seberang selatan sungai Brantas, yaitu di Tumenggungan. Daerah bekas loji pertama dan sekitarnya hingga kini disebut “Klojen Lor”. Toponimi “Klojen” meru- pakan kata jadian yang terbentuk dari “ka-loji-an”. Lokasi loji yang pertama cocok sebagai tempat pertahanan, karena berada di tanah membukit pada seberang utara Brantas, yang terpisah dengan lokasi pertahanan pejuang Pribumi di Tumenggungan. Selain itu bila suatu waktu terjadi serangan dari pejuang Pribumi, pasukan Kompeni bisa meloloskan diri lewat terowongan yang ditembuskan ke lembah Brantas. Pada tahun 1800-an itu pula didirikan benteng kedua, dengan lokasi lebih ke arah selatan. Warga setempat menamai eks lokasi loji kedua dan daerah sekitarnya dengan “Klojen Kidul (Loji Selatan)”. Instalasi pertahanan militer lain dibangun jauh di utara, yaitu di Lawang, yang menjadi “pintu” masuk utama ke wilayah Malang. Oleh karenanya, cukup alasan untuk mempredikati Malang sebagai “Kota Garnizoen”. Bahkan, hingga kini Malang menjadi basis militer. Bukan saja menjadi pang-kalan militer Angkatan Darat, namun juga pangkalan Angkatan Udara dan Marinir.

Kendati Kompeni Belanda berhasil menduduki Malang (1767), namun bukan ber-arti bahwa perlawanan rakyat serta merta berakhir. Hingga empat tahun berikutnya (1771) masih berlangsung pertempuran-pertempuran sporadis. Kondisi itu yang antara lain menja-di pertimbanga untuk tidak segera membangun rumah tinggal di luar loji. Masih dibutuhkan waktu hingga 50 tahun untuk berani membuat rumah tinggal di luar loji. Pada tahun 1821, ketika kedudukan Kompeni Belanda di Malang mulai mantap, mulai dibangun rumah-rumah tinggal di luar loji. Itupun mula-mula dididrikan tidak jauh dari loji, di sepanjang jalan Claket dan Oro-oro Dowo pada seberang utara dan selatan Brantas serta Klojen Lor dan Rampal. Kemudian, setelah didirikan benteng yang kedua (Loji Selatan) pada tahun 1800-an, orang-orang Belanda mulai berani membuat rumah tinggal tak jauh dari loji. Benteng ini seakan melindungi permukiman orang Belanda yang ada di Taloon, Tongan, Kasin, Kayutangan, Sawahan dan Kauman, dan sekaligus pelindung bagi pusat pemerintahan yang berada di pusat kota (Alon-alon). Ekspansi militer Kompeni Belanda ke Malang (1767) menjadi titik mula bagi munculnya permukiman-militer Belanda di Malang, yang nantinya berkembang jadi permukiman-sipil. Pada tahun 1826-1867, ketika kedudukan Belanda kian mantap, mu-lailah dilakukan penataan kota sesuai dengan kepentingan masyarakat kolonial. (bersambung)

WOW, masih bersambung... oh iya kalau anda teliti di artikel dia atas ada tulisan berwarna merah, kenapa? karena itu nama daerah kabupaten tempat tinggal saya hehehe, pasti jarang dengarkan? lawang dalam Bahasa Indonesia berarti pintu, jadi siapa saja yang mau ke Malang harus singgah ke tempat saya dulu, karena dimana mana kalau mau bertamu harus lewat "pintu" :)




No comments: